Selasa, 23 Desember 2025

Tugas Mandiri 12 : Laporan Observasi Perilaku Konsumsi Tidak Berkelanjutan

 

Laporan Observasi Perilaku Konsumsi Tidak Berkelanjutan

Identitas Pengamatan

Lokasi: Kantin Kampus Universitas Indonesia, Depok
Waktu Pengamatan: Selasa, 17 Desember 2024, pukul 12.00-13.30 WIB (90 menit)
Kondisi: Jam makan siang puncak, estimasi 200+ mahasiswa dan staf berkunjung
Metode: Observasi non-partisipatif dengan pencatatan sistematis

 

Tahap 2: Hasil Pengamatan dan Pencatatan

No.Perilaku Konsumsi Tidak BerkelanjutanFrekuensi/Tingkat KejadianDampak Negatif Utama
1Penggunaan kemasan styrofoam untuk makanan take away - Mahasiswa memesan nasi goreng/ayam penyet dibungkus styrofoam + plastik untuk kuah, meskipun makan di area kantin (tidak benar-benar "dibawa pergi"). Estimasi 70% pembeli meminta take away meski makan di tempat.Sangat Sering (≈120 transaksi dalam 90 menit)Sampah non-biodegradable: Styrofoam butuh 500+ tahun terurai
Microplastic pollution: Styrene monomer mencemari makanan panas
Volume sampah tinggi: Tempat sampah overflowing setiap 30 menit
2Pemborosan makanan (food waste) - Mahasiswa meninggalkan 30-50% nasi/lauk di piring. Banyak yang memesan porsi besar karena "harga sama" tetapi tidak menghabiskan. Sisa makanan langsung dibuang ke tempat sampah campur (tidak ada pemisahan organik).Sering (≈40% dari total pengunjung meninggalkan sisa signifikan)Kehilangan nilai ekonomi: Estimasi 15-20 kg makanan terbuang per hari
Emisi metana: Decomposisi di landfill tanpa composting
Pemborosan resources: Air, energi, lahan pertanian terbuang percuma
3Penggunaan sedotan plastik dan cup plastik untuk minuman - Setiap pembelian es teh/kopi menggunakan cup plastik PP #5 + tutup plastik + sedotan plastik, meski konsumen duduk makan di tempat 20-30 menit. Tidak ada opsi gelas/mug reusable.Sangat Sering (≈150 cup/jam pada 3 gerai minuman)Single-use plastic waste: 1.200+ cup per hari hanya dari kantin ini
Marine pollution: Sedotan plastik masuk waterways → laut
Sulit didaur ulang: Cup berlapis lilin/PE tidak diterima waste banks
4Pengambilan tissue berlebihan - Konsumen mengambil 10-20 lembar tissue sekali ambil dari dispenser (padahal hanya butuh 2-3 lembar). Banyak yang tidak terpakai dan dibuang. Tidak ada kontrol dispensing.Sering (≈60% konsumen mengambil berlebihan)Deforestasi: Tissue dari virgin pulp (bukan recycled)
Pemborosan air: Produksi 1 kg tissue = 5-10 liter air
Sampah kertas: Tercampur dengan sampah basah → tidak bisa didaur ulang
5Pembelian produk sachetan (kecap, sambal, gula, kopi instan) - Mahasiswa membeli kopi sachetan 3-in-1 dan langsung membuang kemasan plastik aluminium foil. Warung menyediakan kecap/sambal dalam sachet sekali pakai (5-10 ml) bukan dispenser/botol refillable.Sering (≈80 sachet terbuang per jam dari 2 warung kopi)Multi-layer plastic: Tidak bisa didaur ulang (aluminium + plastic laminate)
Microplastic masuk pangan: Residu packaging dalam produk
Biaya tinggi per unit: Sachet 3x lebih mahal per ml vs bulk

Tahap 3: Analisis dan Kesimpulan

A. Analisis Penyebab (3 Perilaku Teratas)

1. Penggunaan Styrofoam untuk Take Away (Meski Makan di Tempat)

Penyebab Utama:

a) Convenience Culture & Perceived Hygiene
Mahasiswa mempersepsikan kemasan sekali pakai sebagai "lebih bersih" dibanding piring reusable. Dalam wawancara singkat, 8 dari 10 mahasiswa menyatakan "takut piring tidak dicuci bersih" atau "lebih praktis langsung buang". Ada mental model bahwa "baru = aman".

b) Tidak Ada Insentif/Disinsentif Ekonomi
Harga makanan SAMA baik makan di tempat maupun take away. Tidak ada price differentiation (misalnya diskon Rp 2.000 untuk makan di tempat dengan piring reusable). Vendor juga tidak dikenakan biaya tambahan untuk waste management, sehingga tidak ada pressure untuk reduce packaging.

c) Infrastruktur Pencucian Terbatas
Kantin hanya memiliki 2 wastafel kecil untuk pencucian piring dari 15+ tenant. Mahasiswa sering harus antri 10-15 menit untuk cuci tangan/piring → memilih take away untuk avoid hassle.

2. Pemborosan Makanan (Food Waste)

Penyebab Utama:

a) Pricing Strategy "Flat Rate"
Sebagian besar tenant menjual dengan sistem "paket" (nasi + lauk + sayur) dengan harga tetap Rp 15.000-25.000 tanpa opsi porsi kecil. Mahasiswa yang appetite-nya kecil tetap harus beli porsi standar karena tidak ada pilihan half-portion dengan harga proporsional.

b) Lack of Awareness tentang Food Waste Impact
Dalam observasi, hanya 1 dari 20 mahasiswa yang mencoba menghabiskan makanan atau membawa pulang sisa. Mayoritas tidak merasa guilty membuang makanan, menunjukkan disconnect antara action dan environmental impact. Tidak ada signage atau education campaign tentang food waste di kantin.

c) Social & Time Pressure
Mahasiswa memiliki waktu istirahat terbatas (30-45 menit antara kelas). Banyak yang memesan dulu, lalu baru sadar "kebanyakan" saat sudah setengah makan, tetapi tidak ada waktu untuk makan pelan atau membawa pulang (karena harus langsung ke kelas).

3. Penggunaan Cup Plastik & Sedotan (Meski Minum di Tempat)

Penyebab Utama:

a) Default Choice & Operational Efficiency
Semua gerai minuman menggunakan single-use cup sebagai default tanpa menanyakan "makan di sini atau bawa pulang?". Ini lebih cepat untuk high-volume service (1 pesanan/30 detik) dibanding serve dalam gelas yang harus dicuci. Tidak ada sistem "deposit" untuk gelas reusable.

b) Tidak Ada Alternatif Infrastruktur
Kantin tidak menyediakan tumbler washing station atau locker untuk mahasiswa yang bawa tumbler sendiri. Mahasiswa yang membawa tumbler sendiri sering ditolak oleh vendor karena "policy" atau "tidak bisa diukur volume-nya" (padang charging berdasarkan cup size).

c) Low Perceived Cost
Cup plastik hanya menelan biaya Rp 500-800 per unit untuk vendor, jauh lebih murah dibanding invest gelas reusable Rp 15.000-25.000/unit yang perlu dicuci dan berisiko hilang/pecah. Eksternalitas (waste management cost, environmental damage) tidak diperhitungkan dalam pricing.

B. Rekomendasi Solusi Praktis

Solusi 1: Sistem Deposit-Refund untuk Reusable Containers (Packaging-Free Incentive)

Target: Mengurangi styrofoam dan cup plastik 60-70% dalam 6 bulan

Implementasi:

a) Reusable Container Library

  • Kantin menyediakan 500 set "starter pack": reusable lunch boxes (stainless steel/food-grade PP) dan tumbler/gelas kaca
  • Mahasiswa membayar deposit Rp 20.000 saat pertama kali ambil container → dapat refund penuh saat kembalikan dalam kondisi baik
  • Washing station dengan 3 wastafel + sabun eco-friendly + rak pengering di pusat kantin
  • Staff khusus untuk quality control & sanitasi (1-2 orang part-time)

b) Dynamic Pricing untuk Incentivize

  • Diskon Rp 3.000 untuk setiap transaksi pakai reusable container (dari kantin atau bawa sendiri)
  • Charge Rp 2.000 untuk single-use packaging (styrofoam/cup plastik) → revenue untuk waste management
  • Gamification: "Green Points" via QR code scan → 10 transaksi reusable = 1 meal gratis

c) Vendor Partnership & Compliance

  • Mandatory bagi semua tenant untuk accept reusable containers & tumbler (masuk dalam kontrak sewa)
  • Kantin subsidi 50% biaya washing station untuk vendor (dari revenue packaging fee)
  • Tenant dengan highest reusable usage rate (>40%) dapat "Green Tenant Award" + diskon sewa 10%

Expected Impact:

  • Reduce styrofoam waste dari 120 → 40 units/hari (67% reduction)
  • Reduce cup plastik dari 1.200 → 400 units/hari (67% reduction)
  • Payback period: 8-12 bulan (dari packaging fee + reduced waste management cost)

Solusi 2: Food Waste Reduction melalui Portion Control & Composting Loop

Target: Mengurangi food waste 50% dan create closed-loop organic system

Implementasi:

a) Flexible Portion Options (Supply Side)

  • Wajibkan semua tenant menyediakan 3 pilihan porsi: Small (70% porsi), Regular (100%), Large (130%) dengan pricing proporsional:
    • Small: -20% dari harga Regular (contoh: Rp 12.000 vs Rp 15.000)
    • Large: +15% dari harga Regular (Rp 17.000)
  • Signage jelas: "Pilih porsi sesuai kebutuhan — Better small & finish than big & waste"
  • Training untuk vendor tentang portion consistency (menggunakan measuring tools)

b) Consumer Awareness Campaign (Demand Side)

  • Install digital screens di 5 titik strategis menampilkan:
    • Real-time food waste counter: "Hari ini: 12.5 kg makanan terbuang = 50 porsi = cukup untuk 50 orang"
    • Infographic: "1 kg food waste = 2.5 kg CO2 emissions"
  • "Finish Your Plate Challenge": Mahasiswa foto piring kosong → post di Instagram dengan #PlateCleanUI → masuk lucky draw monthly (hadiah voucher makan Rp 100.000)
  • Peer ambassador program: Recruit 20 mahasiswa environmental volunteers untuk edukasi & monitoring

c) Organic Waste Composting Facility

  • Setup 2 unit komposter Takakura (aerobic composting) di belakang kantin → kapasitas 50 kg/hari
  • Staff trained untuk pemilahan sampah organik (sisa makanan, sayur) vs non-organik
  • Kompos hasil produksi (ready dalam 3-4 minggu) dijual ke kebun kampus atau mahasiswa (Rp 5.000/kg) → revenue untuk operational cost
  • Partnership dengan fakultas Pertanian/Biologi untuk monitoring & optimization

Expected Impact:

  • Food waste reduction: 20 kg/hari → 10 kg/hari (50%)
  • 30% mahasiswa switch ke small portion (better matched dengan appetite)
  • Kompos production: 300-400 kg/bulan → revenue Rp 1.5-2 juta/bulan
  • Educational value: Living lab untuk circular economy

Solusi 3: Bulk Dispensing System & "Bring Your Own" (BYO) Integration

Target: Eliminasi sachet dan single-serve packaging 80% dalam 1 tahun

Implementasi:

a) Replace Sachet dengan Refill Stations

  • Install bulk dispensers di setiap warung untuk:
    • Kecap manis/asin (3-liter bottles dengan pump dispenser)
    • Sambal (1-liter glass jars dengan sendok stainless)
    • Gula (dispenser with portion control: 1 teaspoon per press)
    • Kopi/teh (bulk brewing: 5-liter thermos dispenser untuk refill)
  • Vendor membeli condiments dalam bulk (10-20 liter jerry cans) → 40-50% lebih murah per liter vs sachet
  • Portion control nozzles untuk prevent waste (1 pump = 5 ml → cukup untuk 1 porsi)

b) "BYO" Incentive untuk Kopi/Minuman

  • Semua coffee shops wajib accept tumbler customers dengan discount Rp 5.000
  • Standardized pricing: charge berdasarkan volume (200ml, 350ml, 500ml) bukan cup size → fair untuk tumbler users
  • Provide marking stickers di tumbler untuk volume measurement (vendor tidak bisa "rugi")
  • Tumbler washing station dengan hot water & eco-friendly soap (gratis untuk semua mahasiswa)

c) Vendor Education & Compliance

  • Workshop untuk tenant: "Bulk Economics 101" → show cost savings (sachet margin 15% vs bulk margin 35%)
  • Kantin subsidi 50% initial capex untuk dispensers (Rp 500.000-1 juta per tenant) → cicilan 12 bulan zero interest
  • Monthly audit: Tenant dengan sachet usage >20% dapat "warning" → 3x warning = penalty atau contract termination

d) Consumer Behavior Change

  • Distribusikan 1.000 reusable condiment containers (small 50ml containers) gratis untuk mahasiswa via registration booth
  • Social norming: Signage "90% UI students now choose bulk over sachet — Join the movement!"
  • Peer pressure: Tenants publicly display monthly "Sachet Reduction Score" → competitive transparency

Expected Impact:

  • Sachet waste reduction: 80 sachet/jam → 15 sachet/jam (80% reduction)
  • Vendor cost savings: 20-30% pada condiments (ROI dispensers dalam 4-6 bulan)
  • Normalize "BYO" culture: 40-50% adoption rate dalam 1 tahun
  • Scalable model: Replicate ke 50+ kantin/warung di seluruh kampus

Kesimpulan

Observasi mengungkapkan bahwa perilaku konsumsi tidak berkelanjutan di kantin kampus didominasi oleh convenience culture, absence of economic incentives, dan lack of infrastructure untuk alternatif berkelanjutan. Ketiga solusi yang diajukan—reusable container system, food waste reduction program, dan bulk dispensing—bersifat complementary dan scalable, dengan estimated total capex Rp 50-75 juta untuk kantin berkapasitas 1.000+ visitors/hari, namun dapat achieve payback dalam 12-18 bulan melalui reduced waste management cost, packaging fee revenue, dan operational efficiency.

Yang terpenting, solusi ini tidak hanya mengandalkan voluntary behavior change, tetapi redesign system architecture (default choices, pricing structure, infrastructure availability) sehingga pilihan berkelanjutan menjadi the path of least resistance—sejalan dengan prinsip behavioral economics bahwa "the best way to change behavior is to change the environment."

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tugas Terstruktur 11 : Laporan Green Supply Chain Management (GSCM)

  Laporan Green Supply Chain Management (GSCM) Studi Kasus: Air Mineral Dalam Kemasan Botol Plastik 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I...